Kanker Masih Jadi Ancaman Global, Indonesia Hadapi Tantangan Akses dan Deteksi Dini
WHO merilis data beban kanker global. Indonesia termasuk negara dengan kasus tinggi, namun layanan masih belum merata.
Sumber: ugm.ac.id
Jakarta — Dalam rangka peringatan Hari Kanker Sedunia di tahun 2024, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melalui badan riset International Agency for Research on Cancer (IARC) mempublikasikan data mutakhir mengenai beban kanker global. Data yang diambil dari 185 negara ini menunjukkan bahwa sepuluh jenis kanker mendominasi dua pertiga dari seluruh kasus baru, sekaligus menjadi penyebab utama kematian akibat kanker di dunia.
Tercatat sekitar 20 juta kasus baru kanker dan 9,7 juta kematian sepanjang tahun terakhir. Jenis kanker dengan jumlah kasus terbanyak adalah kanker paru (12,4%), disusul oleh kanker payudara (11,6%), kanker kolorektal (9,6%), kanker prostat (7,3%), dan kanker lambung (4,9%). Kanker paru menjadi penyebab kematian tertinggi pada pria, yang berkorelasi dengan tingginya angka perokok di wilayah Asia. Di sisi lain, kanker payudara terus menjadi ancaman utama bagi perempuan secara global.
Survei WHO di 115 negara menunjukkan masih banyak negara yang belum memasukkan layanan kanker ke dalam cakupan kesehatan universal. Hanya 39 negara yang menyediakan layanan kanker sebagai bagian dari jaminan kesehatan nasional. Kesenjangan ini memperbesar risiko kematian, terutama di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah.
Indonesia turut menjadi sorotan dalam laporan ini. Berdasarkan data Globocan 2020, tercatat 396.914 kasus kanker baru dengan jumlah kematian mencapai 234.511 jiwa. Kanker payudara menduduki posisi tertinggi, diikuti kanker serviks, paru, kolorektal, dan hati. Sayangnya, sekitar 70 persen kasus kanker payudara di Indonesia baru terdeteksi pada stadium lanjut, saat potensi penyembuhan sudah jauh menurun.
Layanan paliatif yang dibutuhkan pasien kanker stadium lanjut juga belum merata. Di Indonesia, layanan ini umumnya disediakan oleh lembaga nirlaba, bukan negara. Akses terhadap pengobatan modern seperti transplantasi sel punca pun masih terbatas dan cenderung hanya tersedia di negara-negara maju.
Untuk menanggapi tantangan ini, WHO mendukung Indonesia dalam memperluas cakupan imunisasi HPV sebagai langkah pencegahan kanker serviks. Sejak 2022, imunisasi ini telah masuk dalam program Bulan Imunisasi Anak Sekolah. Program tersebut merupakan bagian dari Rencana Aksi Nasional yang menargetkan eliminasi kanker leher rahim pada 2030.
Komentar
Posting Komentar